Beranda | Artikel
Problematika Suami Istri
Selasa, 18 Oktober 2022

PROBLEMATIKA SUAMI ISTRI

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menciptakan dan menyempurnakan ciptaan -Nya, yang telah menentukan kadar masing-masing dan memberi petunjuk. Aku memuji -Nya dan Dia-lah yang pantas dipuji dan pemilik segala pujian di akhirat. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Dia, tiada sekutu bagi -Nya, dan aku bersaksi bahwa nabi kami Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan -Nya, nabi dan hamba yang terpilih, semoga shalawat, keselamatan dan keberkahan selalu tercurah kepada beliau, keluarganya dan para sahabatnya serta orang-orang yang berda’wah sebagaimana da’wah beliau dan berjalan diatas manhaj beliau serta sepakat terhadap manhaj beliau. Amma ba’du

Ketahuilah (semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberimu taufiq) sesungguhnya diantara nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling besar dan diantara tanda-tanda kekuasaan -Nya adalah rumah yang menjadi tempat berteduh dan tinggal, yang di dalam naungan rumah tersebut bertemu jiwa-jiwa dalam rasa kasih sayang dan rahmah, kekuatan dan kesucian, kemuliaan, dan perisai… dalam pemeliharaannya anak-anak tumbuh, merangkak dalam ikatan keluarga, dan bertambah kuat ikatan solidaritas. Jiwa terkait dengan jiwa dan hati terikat dengan hati:

هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ  [سورة البقرة، الآية: 187]

“…mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka…” [Al Baqarah/2: 187]

Dalam ikatan yang kuat dan rumah yang dihuni ini tumbuhlah pribadi yang mulia, dan tumbuh para suami yang mengemban amanah yang paling agung, serta membina para istri yang menunaikan pondasi dasar rumah tangga.

Diantara Sebab-sebab Timbulnya Perselisihan Antara Suami Istri
Terlepas dari realita kehidupan dan tabi’at manusia (sebagaimana yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan, dan Dia lebih mengetahui terhadap apa apa yang telah Dia ciptakan) ada kalanya terdapat kondisi-kondisi dimana nasehat-nasehat tidak meninggalkan bekas, tidak kokohnya rasa kasih sayang merupakan diantara sebab sulit terwujudnya ikatan yang kuat diantara suami istri, sehingga maksud yang diharapkan pun tidak dapat terealisasi, dan tidak diperoleh pertumbuhan yang baik. Keadaan-keadaan ini adalah diantara bentuk goncangnya rumah tangga, tidak adanya kekompakan, dan faktor-faktor pemicunya bisa bersifat internal maupun eksternal.

Kadang hal tersebut ditimbulkan oleh: terlibatnya orang ketiga yang tidak memahami permasalahan, baik dari wali antara suami istri tersebut maupun dari kerabat keduanya, atau adanya pihak yang mencari-cari informasi atas permasalahan suami istri tersebut, baik dalam permasalahan yang kecil maupun yang besar, yang kadang keadaan ini justru muncul dari pihak wali mereka atau orang-orang yang dituakan dalam keluarga mereka, sehingga bermunculan berbagai versi cerita, diantara permasalahan-permasalahan tersebut ada yang dibawa sampai ke persidangan sehingga tersebarlah kejelekan dan tersingkaplah rahasia, dan hal tersebut tidaklah timbul melainkan berawal dari perkara yang kecil atau sesuatu yang remeh, ditimbulkan oleh aspek internal pada kondisi yang tidak tepat, jauh dari hikmah, tergesa-gesa, tersebarnya berita, dan perkataan-perkataan yang buruk.

Dan kadang kala permasalahan muncul dari  sedikitnya ilmu agama dan bodoh terhadap hukum-hukum syari’at serta berpegang pada adat kebiasaan yang buruk serta pendapat-pendapat yang dangkal.

Sebagai contoh, sebagian suami menyangka bahwa mengancam dengan perceraian adalah perkara yang tepat dalam menghadapi perselisihan suami istri dan masalah-masalah rumah tangga, sehingga suami tersebut tidak mengenal perkataan selain kata talak, baik ketika masuk maupun keluar, baik dalam perintahnya maupun larangannya, bahkan dalam setiap perkara secara keseluruhan. Dan ia tidak mengetahui bahwa dengan perbuatannya ini maka ia telah menjadikan ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai permainan, ia berdosa karena perbuatannya tersebut, ia menghancurkan rumah tangganya, dan merugikan keluarganya.

Apakah seperti ini pemahaman dalam agama ini wahai kaum muslimin?!

Sesungguhnya talak yang sunnah yang diperbolehkan oleh syari’at tidak dimaksudkan untuk memutuskan ikatan suami istri, tetapi adakalanya dikatakan bahwa talak sebagai penghentian sesaat ikatan suami istri dan sebagai masa berfikir dan instropeksi.

لَا تُخْرِجُوْهُنَّ مِنْۢ بُيُوْتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍۗ وَتِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ ۗوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهٗ ۗ لَا تَدْرِيْ لَعَلَّ اللّٰهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذٰلِكَ اَمْرًا ١ فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَاَمْسِكُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ فَارِقُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ   [سورة الطلاق، الآيتان: 12].

“…janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik …” [Ath Thalaq/65 :1-2]

Inilah yang dimaksudkan oleh syari’at. Bahkan perihal talak tidak terbatas hanya sampai di sini, sesungguhnya talak yang sunnah merupakan wasilah akhir sebagai bentuk perbaikan, yang tentunya setelah menempuh berbagai macam wasilah.

Diantara Wasilah Dalam Menyelesaikan Perselisihan Suami Istri
Saudaraku muslim dan saudariku muslimah

Ketika muncul perselisihan dan perbuatan nusyuz maka talak atau mengancam untuk talak bukanlah solusi dari penyelesaian masalah.

Faktor yang paling penting dalam penyelesaian masalah adalah sabar dan menahan diri, serta mengetahui dan memahami perbedaan dalam pola berfikir, dan perbedaan watak yang disertai dengan batasan toleransi dan tidak terlalu ambil pusing pada sebagian besar permasalahan yang ada. Kemashlahatan dan kebaikan tidak selalu terwujud dari hal-hal yang disukai dan dicenderungi, akan tetapi kadang justru kemashlahatan dan kebaikan itu muncul dari hal yang tidak disukai dan dicondongi.

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا [سورة النساء، الآية: 19].

“...dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” [An Nisa’/4:19]

Akan tetapi, ketika mulai tampak kekurangan dan muncul tindakan yang mengarah pada kebebasan, tampak dari wanita (istri) perbuatan nusyuz, sombong, mulai mengabaikan tugasnya, di mana nampak tanda-tanda menjauh dan mulai meremehkan hak-hak suami serta mengingkari keutamaan-keutamaan suami, maka solusi permasalah ini dalam ajaran islam yang benar, bukanlah mengucapkan talak, baik secara terus terang maupun sindiran. Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:

وَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا [سورة النساء، الآية: 34].  

“…dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Tinggi lagi Maha besar.” [An Nisa’/4:34]

Penyelesain masalah adalah dengan memberi nasehat, pengarahan, menjelaskan kesalahan, mengingatkan hak-hak yang seharusnya ditunaikannya, menakut-nakutinya terhadap kemarahan dan kebencian Allah Subhanahu wa Ta’ala  kepada nya, dengan menggunakan kepala dingin dan kesabaran dalam bentuk targhib maupun tarhib.

Kadang menghajr (mendiamkan) di ranjang dan menahan diri (dari hubungan suami istri) adalah cara untuk menghadapi perbuatan sombong dan nusyuz. Yang dimaksud adalah menghajr dalam satu ranjang bukan dengan pisah ranjang, dan bukan menghajr dalam rumah, dan hajr ini tidak boleh dilakukan dihadapan keluarga, atau anak-anak, atau orang lain.

Hal ini dimaksudkan untuk membenahi atau menyelesaikan permasalahan yang muncul, bukan untuk menyebarkan permasalahan, atau menghina, atau menyingkap kejelekan dan rahasia, akan tetapi sebagai imbalan sikap nuzyuz dan sombong adalah dengan hajr (didiamkan) dan menahan diri (dari hubungan suami istri) yang menggiring kepada sikap solidaritas dan persamaan. Penyelesaian masalah terkadang perlu sikap keras dan kasar. Ada sebagian orang yang pergaulan baik dan nasehat yang halus tidak berguna dalam meluruskan mereka.  Sesungguhnya mereka adalah jenis orang yang bersikap lembut dan santun membuat mereka sombong.

Ya, terkadang sikap sedikit keras bisa merupakan obat yang manjur, dan kenapa tidak melakukan hal itu, padahal sudah terjadi pengingkaran terhadap tugas dan keluar dari kebiasan?

Sudah jelas diketahui bagi setiap orang yang berakal bahwa sikap keras, apabila bisa mengembalikan rumah tangga seperti sedia kala, mengembalikan kasih sayang dan cinta kasih ke dalam keluarga, maka ia lebih baik dari pada talak dan berpisah tanpa diperdebatkan lagi. Sesungguhnya ia merupakan penyelesaian positif yang bersifat maknawi. Bukan untuk memuaskan hati dan bukan pula untuk membalas dendam. Ia hanyalah untuk menghilangkan sikap nusyuz dan menegakkan yang goncang.

Dan apabila istri merasa khawatir sikap menjauh dan berpaling dari suaminya, maka sesungguhnya al-Qur’an al-Karim memberikan petunjuk menuju penyelesaian dengan firman-Nya:

وَاِنِ امْرَاَةٌ خَافَتْ مِنْۢ بَعْلِهَا نُشُوْزًا اَوْ اِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ اَنْ يُّصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۗوَالصُّلْحُ خَيْرٌ [سورة النساء، الآية: 128

Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka). [An Nisa’/4 :128]

Penyelesaian adalah dengan berdamai dan mengadakan perdamaian, bukan dengan talak dan berpisah. Terkadang mengalah dari sebagian hak nafkah atau pribadi bisa menjaga ikatan pernikahan.

  وَالصُّلْحُ خَيْرٌ

(dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) : perdamaian lebih baik dari pada perpecahan, renggang, nusyuz, dan talak.

Ini adalah paparan cepat dan peringatan singkat dari berbagai sisi, fiqh dalam agama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berjalan di atas hukum-hukumnya, maka di manakah kaum muslimin? Di manakah bertahkim kepada dua orang hakim dalam perselisihan di antara suami istri? Kenapa orang-orang yang berdamai berpaling dari penyelesaian ini? Apakah ini merupakan sikap zuhud dalam mendamaikan perselisihan, atau ada keinginan dalam mencerai beraikan keluarga dan memisahkan anak-anak?

Sesungguhnya engkau tidak melihat selain kebodohan dan kezaliman, jauh dari sikap takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala meruqabah kepada -Nya, meninggalkan kebanyakan hukum-hukum-Nya dan mempermainkan batas-batas -Nya. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:

ما بال أحدكم يلعب بحدود الله وأنا بين أظهركم [1] [2]

Apakah perkara salah seorang dari kalian yang mempermaikan had-had Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan aku masih berada di tengah-tengah kalian.”

Usaha Terakhir Dalam Mengatasi Perselisihan
Saat semua usaha tidak berhasil dalam mengatasi perselisihan, sedangkan tetap dalam ikatan pernikahan menjadi sangat berat dan susah, di mana tidak bisa direalisasikan tujuan dan hikmah agung yang dikehendaki Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam perkawinan, maka termasuk kesempurnaan hukum -Nya bahwa Dia memberikan jalan keluar dari kesempitan ini, namun sayangnya banyak sekali kaum muslimin yang tidak mengetahui talak sunnah yang dibolehkan oleh syariat dan jadilah mereka mengucapkan kata-kata talak tanpa memperhatikan batasan-batasan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan syari’atnya.

Sesungguhnya talak di saat haid diharamkan, talak sekaligus tiga diharamkan, talak di saat suci yang terjadi hubungan badan (jima’) diharamkan. Semua jenis ini termasuk talak bid’ah yang diharamkan serta pelakunya berdosa, akan tetapi talak tetap jatuh menurut pendapat para ulama yang paling shahih.

Adapun talak sunnah yang harus dipahami kaum muslimin adalah talak satu di saat suci yang tidak terjadi hubungan badan, atau talak di saat mengandung.

Sesungguhnya talak menurut cara ini adalah penyelesaian, di mana ada tenggang waktu yang cukup untuk intropeksi. Yang mentalak (suami) menurut cara ini memerlukan waktu untuk menunggu masa suci. Dan siapa yang tahu …terkadang jiwa berubah, hati menjadi terjaga, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memunculkan apa yang dikehendakinya dari perkara -Nya.

Di masa iddah, sama saja iddahnya dengan haid, atau hitungan bulan, atau melahirkan kandungan, merupakan kesempatan untuk melakukan introspeksi yang bisa menyambung yang telah terputus dari ikatan kasih sayang hubungan suami istri.

Dan termasuk yang tidak diketahui kebanyakan kaum muslimin, bahwa apabila wanita diceraikan dengan talak raj’i (talak satu atau dua), ia harus tetap tinggal di rumah suami, tidak boleh keluar dan tidak boleh dikeluarkan (dari rumah suaminya). Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai rumah baginya:

لَا تُخْرِجُوْهُنَّ مِنْۢ بُيُوْتِهِنَّ

Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka. [ath-Thalaq/65:1]

Sebagai penguat hak mereka untuk tetap tinggal di rumah. Maka menetapnya di rumah suaminya merupakan jalan untuk ruju’ kepadanya, membuka harapan dalam menerangi pancaran kasih sayang, dan mengingatkan kehidupan bersama. Dalam kondisi ini, istri nampak jauh dalam hukum perceraian, akan tetapi sangat dekat dari pandangan mata.

Hal ini tidak dimaksudkan kecuali menenangkan angin ribut, menggerakkan sanubari, menarik kembali sikap yang telah diambil, dan tidak buru-buru dalam mempelajari kondisi rumah, anak-anak dan urusan keluarga:

لَا تَدْرِيْ لَعَلَّ اللّٰهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذٰلِكَ اَمْرًا

Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. [ath-Thalaq/65:1]

Bertaqwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, wahai kaum muslimin, jagalah rumah tanggamu, ketahuilah hukum-hukum agamamu, tegakkanlah batasan-batasan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan janganlah kaum melewati batas, dan damaikanlah perselisihan yang ada di antaramu.

Ya Allah, berilah kami pemahaman dalam agama dan memahami syari’at, dan berilah manfaat kepada kami ya Allah dengan petunjuk kitab-Mu, dan berilah kami rizqi mengikuti sunnah nabi-Mu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

المصدر: وزارة الشؤون الإسلامية والأوقاف والدعوة والإرشاد

[Disalin dari البيت السعيد وخلاف الزوجين Penulis Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Penerjemah : Moh. Iqbal Ghazali, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2009 – 1430]
______
Footnote
[1] النسائي الطلاق (3401).
[2] سنن ابن ماجه (2017) ، صحيح ابن حبان (4265).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/62239-problematika-suami-istri.html